Rabu, 25 Juli 2012

CIRI-CIRI SISWA LAMBAN BELAJAR DAN BERPRESTASI RENDAH


PENDAHULUAN
Slow-learner merupakan salah satu dari lima kesulitan belajar siswa. Lima kesulitan itu antara lain (Sudradjat, 2008).
1.    Learning disorder atau kekacauan belajar, yaitu keadaan di mana proses belajar seseorang terganggu akibat munculnya respon yang bertentangan.
2.    Learning disfunction, merupakan gejala di mana proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa itu tidak mengalami subnormalitas mental.
3.    Under-achiever, mengacu pada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang cenderung di atas normal, tetapi berprestasi belajar yang rendah.
4.    Learning disabilities, yaitu ketidakmampuan belajar yang mengacu pada gejala di mana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar.
5.    Slow-learner, adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf intelektual yang relatif sama. Slow-learner adalah anak dengan tingkat penguasaan materi yang rendah, padahal materi tersebut merupakan prasyarat bagi kelanjutan di pelajaran selanjutnya, sehingga mereka sering harus mengulang (Burton, dalam Sudrajat, 2008). Kecerdasan mereka memang di bawah rata-rata, tetapi mereka bukan anak yang tidak mampu, tetapi mereka butuh perjuangan yang keras untuk menguasai apa yang diminta di kelas reguler. Slow-learner adalah istilah yang sering digunakan bagi anak-anak dengan kemampuan rendah, dengan IQ antara 70 dan 85, ada juga yang mengatakan antara 80 dan 90, dan keadaan ini berlangsung dari tahun ke tahun. Anak-anak seperti ini mengisi 14,1 % populasi, lebih besar daripada kelompok anak dengan learning disabitilies, retardasi mental dan autis yang disatukan. Anak yang demikian akan mengalami hambatan belajar, sehingga prestasi belajarnya biasanya juga di bawah prestasi belajar anak-anak normal lainnya, yang sebaya dengannya.Mereka dapat menyelesaikan SMP, tetapi mengalami kesulitan di SMA. Slow-learner dapat diartikan anak yang memiliki potensi intelektual sedikit di bawah normal tetapi belum termasuk tuna grahita (retardasi mental). Dalam beberapa hal mengalami hambatan atau keterlambatan berpikir, merespon rangsangan dan adaptasi sosial, tetapi masih jauh lebih baik dibanding dengan yang tuna grahita, lebih lambat dibanding dengan yang normal, mereka butuh waktu yang lebih lama dan berulang-ulang untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas akademik maupun nonakademik, dan karenanya memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Slow-learner sulit untuk diidentifikasi karena mereka tidak berbeda dalam penampilan luar dan dapat berfungsi secara normal pada sebagian besar situasi. Mereka memiliki fisik yang normal, memiliki memori yang memadai, dan memiliki akal sehat. Hal-hal normal inilah yang sering membingungkan para orangtua, mengapa anak mereka menjadi slow-learner. Yang perlu diluruskan adalah walaupun slow-learner memiliki kualitas-kualitas tersebut, mereka tidak memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas sekolah sesuai dengan yang diperlukan karena keterbatasan IQ mereka.









BAB V
CIRI-CIRI SISWA LAMBAN BELAJAR DAN BERPRESTASI RENDAH

Istilah siswa lamban belajar dan berprestasi rendah mengandung pengertian yang tidak jauh berbeda, dua-duanya saling berkaitan satu sama lain. Siswa lamban belajar dan berprestasi rendah adalah siswa yang kurang mampu menguasai pengetahuan dalam batas waktu yang telah ditentukan karena ada factor tertentu yang mempengaruhinya.
            Siswa yang lamban belajar dan berprestasi rendah dapat pula di akibatkan oleh factor IQ. Menurut penelitian Binet dan Simon anak yang lemah mental memiliki IQ antara 50 sampai 69 tergolong anak yang lamban belajar. Mereka itu sangat sulit dididik. Jika memungkinkan untuk dididik mereka membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memahami pelajaran kendatipun pada akhirnya prestasi yang di capainya tidak semaksimal siswa yang lainnya. Siswa lamban belajar yang di sebabkan oleh factor IQ, pada umumnya memiliki prestasi rendah, lain halnya dengan siswa lamban belajar yang diakibatkan oleh lemahnya kemampuan menguasai pengetahuan dan keterampilan dasar tertentu pada sebagian materi pelajaran yang harus dikuasi sebelumnya

1.    Cirri – Ciri Umum Siswa Lamban Belajar
Cirri-ciri umum siswa lamban belajar dapt dipahami melalui pengamatan fisik siswa, Perkembangan mental, intelektual, sosial, ekonomi, kepribadian dan proses-proses belajar yang dilakukannya di sekolah dan di rumah.
Ciri-ciri itu dianalisa agar diperoleh kejelasan yang konkret tentang gejala dan sebab-sebab kesulitan belajar siswa di sekolah dan di rumah.
Rincian analisis tersebut mencakup:
1.    Fisik
Pengamatan pertama yang dilakukan untuk menemukan sebab-sebab kesulitan belajar siswa adalah dengan pengamatan cermat terhadap keadaan fisiknya, meliputi intensitas pendengarannya, penglihatannya, pembicaraannya, vitamin dan gizi makanan pada waktu kecil.
2.    Perkembangan mental
Kemampuan mental adalah kemampuan individu dalam berfikir dan berbuat. Perkembangan mental dapat di pengaruhi oleh pertumbuhan fisik, peristiwa-peristiwa tertentu yang terjadi dalam kehidupannya dan asuhan intensif yang diberikan lingkungannya. Cacat fisik sebelum atau setelah kelahiran dapata berpengaruh pula terhadap Perkembangan mental seseorang.
3.    Perkembangan intelek
Intelek adalah kekuatan pikiran dalam menyampaikan pemikiran (reasoning) dan pemahaman pengetahuan yang dikuasainya. Manusia intelektual adalah manusia yang berkemampuan menganalisis pengetahuan, menyatakannya kembali dalam bentuk kata dan kalimat yang baik dan benar yang disampaikan secara sistematis dan logis sehingga dapat diterima oleh lingkungannya. Perkembangan intelek dapat dipengaruhi oleh keadaan mental. Sesorang yang memiliki IQ berkisar antara 50 sampai 69 sulit diharapkan memiliki Perkembangan intelek yang baik.
4.    Sosial
Keadaan sosial ekonomi manusia berpengaruh terhadap kemajuan belajar siswa di sekolah. Berdasarkan penelitian Kirk (1962) terdapat 5 kali lebih banyak siswa lamban belajar yang berasal dari keluarga ekonomi lemah dibandingkan siswa lamban belajar yang berasal dari keluarga ekonomi tinggi.
5.    Perkembangan kepribadian
Siswa yang mengalami kesulitan belajar pada umummnya berkaitan erat dengan masalah-masalah emosional, agresif, takut, malu-malu dan nakal. Kadang siswa yang mengalami kesulitan belajar itu menunjukan ketidakmampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnyam yang di akibatkan kegagalan belajar di sekolah. Jika kegagalan itu bertambah banyak maka akan mengakibatkan kelesuan konsentrasi dalam belajar.
6.    Proses belajar yang dilakukannya
Ciri-ciri siswa lamban belajar dilihat dari proses belajar yang dilakukannya adalah sebagai berikut:
·         Lamban mengamati dan mereaksi peristiwa yang terjadi dalam lingkungannya.
·         Kurang bernafsu untuk melakukan penelitian terhadap hal-hal yang baru dalam lingkungannya.
·         Siswa lamban belajar tidak banyak mengajukan pertanyaan-pertanyaan
·         Siswa lamban belajar kurang memperlihatkan perhatiannya terhadap apa dan bagaimana tugas itu dapat diselesaikan dengan baik.
·         Dalam belajarnya banyak menggunakan ingatan (hapalan) aripada logika (reasoning)
·         Tidak mampu menggunakan cara-cara tertentu dalam mempelajari ilmu pengetahuan.
·         Siswa lamban belajar kurang lancer berbicara, tidak jelas, dan gagap.
·         Siswa lamban belajar sangat bergantung pada guru dan orang tuanya, terutama dalam membuktikan kebenaran pengetahuan yang sedang dipelajarinya.
·         Siswa lamban belajar sulit memahami konsep abstrak.
·         Siswa lamban belajar sulit memindahkan kecakapan tertentu yang telah dikuasainya kedalam kecakapan lainnya sekalipun dalam mata pelajaran yang sama, seperti kecakapan mengali dan membagi.
·         Siswa lamban belajar lebih sering berbuat salah.
·         Mengalami kesulitan membuat generalisasi pengetahuan secara teruari, bahkan tidak mampu menarik kesimpulan.
·         Memiliki daya ingatan yang lemah, mudah lupa dan gampang menghilang.
·         Mengalami kesulitan saat menuliskan pengetahuan dalam bentuk karangan-karangan lainnya, sekalipun menggunakan kata dan kalimat yang sederhana.
·         Siswa lamban belajar lemah dalam mengerjakan tugas-tugas latihan di sekolah dan dirumah.

2.    Ciri-Ciri Siswa Lamban Belajar Dilihat Dari Sisi Perkembangan Keterampilan Membaca dan Menulis.
Tanda-tanda siswa lamban belajar dalam segi membaca menurut Wheeler
a.    Siswa lamban belajar kurang menauh perhatian terhadap tugas-tugas membaca yang diberikan gurunya.
b.    Kurang terbiasa melakukan tugas belajar sendiri terutama membaca buku-buku pelajaran.
c.    Leih suka membaca nyaring daripada belajar membaca dalam hati atau diolah dalam fikiran.
d.    Kurang mampu membaca materi pelajaran-pelajaran yang disajikan gurunya dalam kelas.
e.    Lebih banyak berhasil belajar tanpa membaca (visualisasi)
f.     Membutuhkan waktu yang lama untuk menyelesaikan tugas-tugas membacanya.
g.    Banayak mengajukan keluhan tentang kesulitan mengerjakan tugas membaca.
h.    Umumnya pendiam
i.      Kadang-kadang memperlihatkan gejala kesulitan saat mendengar dan melihat.
j.      Merasa sulit mengingat-ingat pengetahuan isi bacaan
k.    Kurang sanggup mempraktikan isi bacaan. Sulit menghubungkan teori kedalam praktik.
l.      Sering menampakan gejala-gejala emosional dalam mengerjakan tugas membaca materi pelajaran.
m.  Malas pergi sekolah.
n.    Sulit menghadapi tes keterampilan membaca standar.
o.    Siswa lamban belajar memiliki Perkembangan akademik yang rendah di bawah standar yang diharapkan.
Roldan dalam bukunya Learning Disabilities and Their Relation to Reading, mengemukakan pendapatnya bahwa ciri-ciri umum siswa lamban belajar adalah sebagai berikut:
a.    Siswa lamban belajar memiliki rentang perhatian yang rendah, bertingkah bingung dan kacau.
b.    Derajat aktifitas siswa lamban belajar rendah
c.    Kurang mampu menyimpan huruf dan kata pada ingatannya dalam waktu lama.
d.    Kurang mampu menyimpan pengetahuan hasil pendengaran.
e.    Kurang mampu membedakan huruf, angka dan suara.
f.     Tidak suka menulis dan membaca
g.    Tidak sanggup mengikuti penjelasan yang bersifat ganda.
h.    Tingkah laku yang berubah-ubah dari hari ke hari.
i.      Suka terdorong oleh perasaan emosional dalam pergaukan, mudah marah dan tersinggung.
j.      Kurang mampu melakukan koordinasi dengan lingkungannya.
k.    Penampilannya kasar.
l.      Kurang mampu bercerita dan sulit membedakan kiri dan kanan.
m.  Lambat dalam Perkembangan berbicara.
n.    Susah memahami kata dan konsep
o.    Sulit akrab dengan orang dan benda.
p.    Kemampuan berbicaranya terbatas pada satu pokok persoalan.
q.    Mereaksi tidak cermat terhadap aksi yang datang dari luar.
r.     Siswa lamban belajar sulit menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam lingkungannya.
Ketidaksanggupan siswa lamban belajar dalam menguasai pengetahuan mempengaruhi sikap dan perilakunya menjadi tidak cocok dengan lingkungan sekelilingnya sehingga mengundang masalah orang-orang disekitarnya.
Ketidaksanggupan belajar digambarkan menjadi dua versi yaitu:
Menurut versi lama, ketidaksanggupan belajar itu karena adanya pembengkakkan kondisi-kondisi tertentu di otak sehingga tidak berfungsi secara normal.
Versi baru, ketidaksanggupan belajar itu disebabkan kerusakan-kerusakan tertentu pada diri sesorang yang membuat seseorang itu lamban belajar. Kerusakan-kerusakan itu di kategorikan kedalam empat hal, yaitu:


1.    Dyslexia
Kata disleksia berasal dari bahasa Yunani δυς- dys- ("kesulitan untuk") dan λέξις lexis ("huruf" atau "leksikal"). Pada umumnya keterbatasan ini hanya ditujukan pada kesulitan seseorang dalam membaca dan menulis, akan tetapi tidak terbatas dalam perkembangan kemampuan standar yang lain seperti kecerdasan, kemampuan menganalisa dan juga daya sensorik pada indera perasa. Terminologi disleksia juga digunakan untuk merujuk kepada kehilangan kemampuan membaca pada seseorang dikarenakan akibat kerusakan pada otak. Disleksia pada tipe ini sering disebut sebagai Aleksia. Selain memengaruhi kemampuan membaca dan menulis, disleksia juga ditengarai juga memengaruhi kemampuan berbicara pada beberapa pengidapnya. Penderita disleksia secara fisik tidak akan terlihat sebagai penderita. Disleksia tidak hanya terbatas pada ketidakmampuan seseorang untuk menyusun atau membaca kalimat dalam urutan terbalik tetapi juga dalam berbagai macam urutan, termasuk dari atas ke bawah, kiri dan kanan, dan sulit menerima perintah yang seharusnya dilanjutkan ke memori pada otak. Hal ini yang sering menyebabkan penderita disleksia dianggap tidak konsentrasi dalam beberapa hal. Dalam kasus lain, ditemukan pula bahwa penderita tidak dapat menjawab pertanyaan yang seperti uraian, panjang lebar. Para peneliti menemukan disfungsi ini disebabkan oleh kondisi dari biokimia otak yang tidak stabil dan juga dalam beberapa hal akibat bawaan keturunan dari orang tua.
Ada dua tipe disleksia, yaitu developmental dyslexsia (bawaan sejak lahir) dan aquired dyslexsia (didapat karena gangguan atau perubahan cara otak kiri membaca). Developmental dyslexsia diderita sepanjang hidup pasien dan biasanya bersifat genetik. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa penyakit ini berkaitan dengan disfungsi daerah abu-abu pada otak. Disfungsi tersebut berhubungan dengan perubahan konektivitas di area fonologis (membaca). Beberapa tanda-tanda awal disleksia bawaan adalah telat berbicara, artikulasi tidak jelas dan terbalik-balik, kesulitan mempelajari bentuk dan bunyi huruf-huruf, bingung antara konsep ruang dan waktu, serta kesulitan mencerna instruksi verbal, cepat, dan berurutan. Pada usia sekolah, umumnya penderita disleksia dapat mengalami keuslitan menggabungkan huruf menjadi kata, kesulitan membaca, kesulitan memegang alat tulis dengan baik, dan kesulitan dalam menerima.
2.    Dyscalculia
Adalah kesulitan mengenal angka dan pemahaman terhadap konsep dasar matematika.
3.    Attention deficit hyperactive disorder
Adalah pemusatan perhatian terhadap masalah-masalah yang sedang dihadapinya.
4.    Spatial, motor and perceptual deficits
Adalah kondisi lemah dalam menilai dirinya menurut ukuran ruang dan waktu.
5.    Social deficits
Social deficits adalah kesulitan mengembangkan keterampilan sosial. Kesulitan itudapat membuat ketidakksanggupan menemukan jati dirinya.

3.    Hakikat Program Pengembangan Keterampilan Membaca
Membaca merupakan pelajaran pokok di sekolah. Tanpa keterampilan membaca, semua pelajaran tidak dapat dikuasainya. Pelajaran membaca merupakan dasar bagi semua pelajaran yang di ajarkan di sekolah, karena itu pelajaran membaca harus dikuasai dengan baik.
Agar pelajaran membaca dapat disuguhkan dengan baik dan secepatnya dapat dikuasai oleh siswa maka pelajaran itu harus deprogram dengan menerapkan beberapa prinsip sebagai berikut:
1.    Pelajaran membaca harus dirancang sedemikian rupa dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kurikulum sekolah.
2.    Program pelajaran membaca masa lalu harus dibedakan dengan program pelajaran membaca masa kini dan masa yang akan datang, selain itu dibuat berkelanjutan untuk seoanjang jenjang pendidikan dasar, menengah dan tinggi.
3.    Program pelajaran membaca harus berpusat pada kebutuhan dan perbedaan individu.
4.    Program pelajaran membaca harus mampu memenuhi kebutuhan Perkembangan siswa dalam menghadapi tugas-tugasnya.
5.    Program pelajaran membaca harus mampu menyediakan kesempatan-kesempatan tertentu dalam mempelajari keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan siswa demi kesiapannya dalam melanjutkan studinya disekolah.
6.    Program pelajaran membaca harus dibuat sedemikian rupa, bersifat memuaskan, dapat memperluas dan memperkaya minat dan perhatian siswa.

6 komentar:

  1. Terimakasih informasinya sangat membantu

    BalasHapus
  2. terimksh... dapat membantu tugas saya

    BalasHapus
  3. Makash....
    Mash bingung membedakan antara slow learner dan disleksia. Terlihat mirip.

    BalasHapus
  4. Bagaimana cara menghadapi anak slow learner?

    BalasHapus
  5. Maaf, boleh tanya buku referensinya? Terutama yg ciri2 slow learner berdasarkan perkembangan membaca menulis.

    BalasHapus